top of page
Search

S(u)atu Malam

  • Writer: Deo Pambudi
    Deo Pambudi
  • May 27, 2018
  • 3 min read

Updated: Nov 19, 2018


Kalimat Legendaris di Kota Kembang

Tak kala mentari menyinari cakrawala hingga senja, ratusan hingga jutaan interaksi terjadi di bumi ini. Interaksi adalah suatu hal yang perlu dilakukan oleh manusia. Interaksi dibutuhkan sebagai sarana untuk mengeksplorasi diri dan menumbuhkan kepedulian. Interaksi bukan hanya berbicara antar manusia, namun lebih luas lagi yaitu antar ciptaan-Nya. Interaksi terhadap manusia, memiliki keunikan sendiri dibandingkan dengan interaksi antar ciptaan Tuhan lainnya. Manusia adalah suatu entitas yang memiliki akal logika, hati nurani dan psikologis yang beragam. Oleh karena itu, sebagai manusia yang ingin terus mengeksplorasi diri, kita harusnya dapat berinteraksi dengan semua orang dan mengambil hikmah dari interaksi tersebut.


Seperti pengalaman saya pada 9 Ramadhan 1439 H, saya bersama teman saya yaitu Andre, Kiki, Hafiz, Josu dan Dan pergi ke daerah Alun-alun kota Bandung untuk melakukan interaksi dengan orang-orang tunawisma disana. Persiapan kami dimulai sekitar pukul 01.30 malam. Kami ditemani Bang Ibay dan Bang Rafli berkumpul dahulu di Sundawa dan merencanakan segala hal yang perlu dipersiapkan. Tak lupa, kami memesan nasi bungkus yang mana akan kami makan bersama dengan tunawisma nanti ketika sahur.


Perjalanan pun dimulai, sepanjang perjalanan saya melihat banyak sekali tunawisma ataupun gelandangan yang tertidur dipelukan dinginnya kota Bandung. Sesampainya di alun-alun, kami langsung berpencar. Saya awalnya bingung bagaimana caranya melakukan percakapan ketika mereka sedang tertidur, rasanya tidak sopan apabila membangunkan mereka. Saya pun terus mencari orang yang sekiranya pas untuk diajak mengobrol. Beberapa saat kemudian, saya melihat seorang bapak-bapak yang sedang duduk dan kedinginan, terlihat disampingnya karung berisi botol plastik. Saya pun memberanikan diri untuk duduk disampingnya dan kami becerita banyak hal.

Ilustrasi

Beliau bernama Babeh Baim, asal Cilacap. Pria kelahiran 1948 ini memberikan banyak pelajaran hidup kepada saya. Memang tak semuanya dapat saya tuliskan disini, mungkin hanya beberapa yang teringat oleh saya. Sebelum kami mengobrol dan bercerita, beliau memberikan satu syarat, yaitu tidak boleh membahas hal-hal pribadi. Suatu hal yang memang saya sadari tidak pantas saya sentuh, apalagi beliau bisa dibilang seumuran dengan mbah/kakek saya. Percakapan dimulai dengan sejarah bangsa, ketika beliau resah melihat banyak mahasiswa yang berdemo memperingati 20 tahun reformasi beberapa hari yang lalu. Menurut beliau kegiatan tersebut tidak ada faedahnya dan lebih baik para mahasiswa tersebut bertanya langsung kepada saksi hidup saat jatuhnya massa orde baru. Dari perbincangan sejarah tersebut, saya melihat bahwa Babeh ini orang yang berwawasan tinggi.

Kericuhan di Palestina

Pengetahuannya tak sebatas disitu, beliau juga bercerita banyak mengenai kasus yang ada di Palestina. Tentang mengapa Israel menjajah dan ingin menguasai Palestina. Beliau juga bercerita mengenai pendapatnya tentang wudhu serta makna dari Bismillah. Tak perlu bagi saya untuk menceritakan semuanya secara detail di tulisan ini sebab saya takut salah interpretasi dan dapat menyebabkan kegelisahan. Beliau juga bercerita pengalamannya jalan kaki Jakarta-Solo, Semarang-Solo, hal itu dilakukan hanya karena ingin melihat batas kemampuannya. Selama perjalanan tersebut, beliau mengatakan banyak sekali bantuan yang diterimanya dari Allah SWT. Beliau percaya bahwa semua yang terjadi sudah diatur sebaik mungkin oleh Allah dan kita harus selalu berprasangka baik. Sebagai manusia, kita juga harus bisa menerima kenyataan pahit dan melawannya. Kita tidak boleh bermental tempe.


Beliau juga memberi saran bagi para mahasiswa untuk dapat hidup mandiri. Mulailah menghasilkan usaha, dari ruang lingkup yang kecil sekalipun. Beliau juga berpesan untuk menggunaka waktu dan kesempatan di perguruan tinggi sebaik mungkin. Lakukanlah kegiatan-kegiatan yang bermanfaat


Waktu tak terasa, sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi. Kami pun sahur bersama. Disela-sela sahur di Jalan Asia Afrika yang mulai menampakkan aktifitasnya, kami berbicara santai mengenai masalah korupsi yang sedang marak di pejabat daerah. Beliau mengatakan bahwa itu bisa terjadi dikarenakan mereka masih mengutamakan ego dalam bertindak. Waktupun sudah menunjukkan pukul 04.11 pagi, beliau mengatakan bahwa beliau sudah tidak puasa rutin lagi dikarenakan kondisi kesehatan.

Masjid Raya Kota Bandung

Saya pun langsung menuju Masjid Raya Bandung dan menunaikan Shalat Subuh dan setelahnya berbagi cerita bersama teman-teman yang lain. Sedangkan, Babe Baim tidak ikut menjalankan shalat dan saya tak mau menanyakan alasannya.

Dari perbincangan singkat saya bersama Babe Baim, terdapat pelajara yang bisa diambil. Bagaimanapun situasi kita, kita harus tetap berwawasan terhadap lingkungan kita. Kita juga harus selalu bersyukur dan mengikhlaskan situasi yang ada serta terus berprasangka baik terhadap Allah SWT. Sekian cerita saya kali ini, semoga bermanfaat.


27 Mei 2018


Deo Pambudi



 
 
 

Comments


bottom of page