RUU Migas, Apa kabar ?
- Deo Pambudi
- Jul 26, 2018
- 4 min read
Updated: Nov 19, 2018

Refkleksi adalah melihat kebelakang dan mengambil pelajaran dari peristiwa lampau tersebut. Refleksi adalah metode yang baik untuk memperbaiki diri, begitu halnya dengan sebuah Negara. Sebuah Negara, akan terus berkembang menuju kemajuan apabila Negara tersebut dapat memberikan solusi dari suatu permasalahan serta membuat rancangan pengembangan jangka pendek maupun panjang bagi Negara tersebut.
Sudah 20 tahun, Indonesia berada pada masa reformasi. Sebuah massa yang diharapkan akan menjadi titik balik atau turning point dari kebangkitan Negara ini. Sebuah massa yang dilecut oleh pemuda-pemudi bangsa yang dengan tulus ingin memajukan bangsa ini. Tentu, dalam perjalanannya tak semudah membalikkan telapak tangan dan itu adalah hal yang wajar.
Selama 20 tahun tersebut, banyak terjadi dinamika politik, ekonomi, pendidikan, ketahanan energy dan juga teknologi. Dalam tulisan ini, saya akan berfokus kepada bidang ketahanan energi, khususnya di Minyak dan Gas Bumi. Dunia perminyakan, selama 20 tahun kebalakang mengalami sebuah dinamika yang luar biasa. Mulai dari harga BBM yang sering inkonsisten, subsidi yang berubah-ubah tiap rezim, status pertamina, kontroversi gross split, dan juga langkah kebijakan energy nasional untuk mulai melakukan pembauran energi. Serta satu yang terlupakan, yaitu pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Migas yang pada tahun 2003 beberapa pasalnya ditolak oleh MK karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan juga dihapusnya BP Migas pada tahun 2012.

Sebuah kegiatan aktivitas apapun itu, tentu membutuhkan sebuah aturan yang berfungsi melindungi serta menjaga keberjalanan aktivitas tersebut agar lancar. Begitulah halnya dengan dunia perminyakan nasional. Sekitar 15 tahun yang lalu, MK mengeluarkan putusan 002/PUU-I/2003 yang membatalkan sejumlah pasal dalam UU Nomor 22/2001 tentang Migas dan 6 tahun yang lalu berdasarkan putusan MK №36/PUU-X/2012 BP Migas pun dibubarkan. Itulah yang menjadi penanda besar perlunya pembahasan RUU Migas ini. Pembatalan-pembatalan itu disebabkan karena memang tidak sesuai dengan UUD khususnya berkaitan UUD Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3. BP Migas pun sekarang digantikan oleh SKK Migas dibawah kementerian ESDM.
Memang beberapa tahun kebelakang, pembahasan RUU Migas ini selalu masuk kedalam Prolegnas ( Program Legislasi Nasional ) Prioritas. Namun sering terjadi inefisiensi dan ketidaksepakatan para anggota dewan dalam pembuatan draf RUU Migas ini. Padahal pembahasan RUU Migas ini dapat memberikan solusi yang sistemik dari permasalahan perminyakan yang ada sekarang. Seperti, kebijakan energi nasional yang belum mendukung visi kedaulatan energi, praktik-praktik mafia migas, inefisiensi biaya operasional serta dampak harga minyak dunia beberapa tahun kebalakang.
RUU Migas sendiri sekarang sedang dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR, namun banyak hambatan seperti perbedaan definisi dari BUK ( Badan Usaha Khusus ) dari komisi VI dan komisi VII DPR yang berlarut-larut. Padahal masih banyak tahapan setelahnya, yaitu Baleg mengirimkan ke Rapat Paripurna untuk menetapkan RUU Migas tersebut sebagai RUU Inisiatif DPR dan setelahnya RUU Migas dibahas bersama antara DPR dan pemerintah.

Seperti yang kita tahu,akar permasalahan sektor migas sekarang adalah tidak adanya payung hukum yang jelas. Masih memiliki celah dari berbagai aspek. Setidaknya ada beberapa isu kunci yang harus dimasukkan ke dalam pembahasan RUU Migas, yaitu perencanaan pengelolaan migas, model kelembagaan hulu migas yang memungkinkan adanya proses check and balances; Badan Pengawas, BUMN Pengelola, Petroleum Fund, Domestic Marker Obligation (DMO), Dana Cadangan, Cost Recovery, Participating Interest (PI), Perlindungan atas Dampak Kegiatan Migas, serta Reformasi Sistem Informasi dan Partisipasi.
Reformasi Sistem Informasi dan Partisipasi juga menjadi sangat krusial untuk menjamin pemenuhan hak-hak atas informasi publik. Transparansi keterbukaan Kontrak KKKS, penghitungan DBH, data lifting, data penjualan dan dokumen AMDAL harus dibuka sebagai bentuk pemenuhan hak informasi publik. Selain itu, RUU Migas harus memberikan jaminan ruang partisipasi untuk terlibat dalam setiap tahapan pengelolaan sektor migas di Indonesia yang nyaris tidak terpenuhi.
Pembahasan RUU Migas menjadi semakin urgent di tengah berbagai inisiatif yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam mendorong reformasi perbaikan tata kelola sektor migas seperti Koordinasi dan Supervisi Bidang Energi (Korsup Energi) yang diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), reformasi perizinan migas di ESDM dan BKPM ataupun follow up atas rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM). Inisiatif-inisiatif tersebut harus didukung dengan reformasi payung hukum melalui pembahasan RUU Migas di DPR. Selain itu, dengan tidak adanya payung hukum yang jelas, para investor akan terkatung-katung dan membuat para investor tidak tertarik dengan iklim investasi di Indonesia.
Namun dari segala hal kepentingan dan urgensi tadi, DPR seperti tidak memberikan progress dari RUU ini. Saya menduga bahwa dalam keberjalanannya terdapat tarik ulur kepentingan. Kita tahu bahwa sektor migas adalah sektor yang strategis. Banyak pihak yang ingin bermain di daerah ini. Karenanya, pemerintah dan DPR harus benar-benar kawal dan pastikan pembahasan RUU Migas bebas dari mafia pemburu rente yang menunggangi agenda ini.

RUU Migas akan selesai apabila DPR menunjukkan sifat kenegarawannya dan memandang bahwa sektor migas adalah sektor yang penting yang mana membutuhkan payung hukum yang jelas agar setidaknya dapat bersaing dalam mendapatkan investor. Kita lihat bahwa program eksplorasi dan produksi migas Indonesia makin lama makin menurun. Serta, tak dapat dipungkiri bahwa tata kelola migas yang baik adalah kunci dari kesuksesan industri migas suatu Negara.
Sudah jelas, bahwa UU migas adalah suatu kegentingan yang tidak boleh ditunda lagi. Tentunya pembahasan RUU Migas tersebut harus dilakukan dengan mengacu pada best practice internasional, kepentingan nasional (national interest) dan konsultasi dengan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk membangkitkan kembali sektor migas Indonesia yang sedang terpuruk.
Comments